Friday, January 22, 2010

Sejarah Treaty Room




”The Minister of Foreign Affairs is responsible to deposit and maintain the original document of the Treaty concluded by the Government of the Republic of Indonesia and Compile a list of official documents and publish it in Treaties series”
Article 17 (1) Law of the Republic of Indonesia Number 24 year 2000 on Treaties

Undang-undang Perjanjian Internasional No. 24 tahun 2000 mengatur peran Departemen Luar Negeri RI sebagai depository dari semua perjanjian internasional dimana Pemerintah Indonesia menjadi pihaknya. Bahkan jika diperlukan, Departemen Luar Negeri RI dapat pula menjadi depository perjanjian internasional walaupun Pemerintah Republik Indonesia tidak menjadi pihak perjanjian internasional dimaksud.

Penggunaan istilah Treaty Room sendiri tidak diketahui kapan dan siapa yang pertama kali mempopulerkannya, namun peran Treaty Room sebagai tempat penyimpanan Naskah Asli Perjanjian Internasional, khususnya dalam hal Pemerintah RI menjadi pihaknya secara tidak langsung telah dimulai ketika Pemerintah Republik Indonesia yang baru merdeka menandatangani Perjanjian Persahabatan dengan Republik Arab Mesir (Traite Dámitie Entre La Republique DÍndonesie et La Royaume D' Egypte) pada tanggal 10 Juni 1947 sebagai bagian dari perjuangan diplomasi Indonesia untuk semakin mendapatkan pengakuan internasional terhadap lahirnya Negara Republik Indonesia.

Menurut catatan sejarah, Treaty Room pertama kali ditempatkan di jalan Sisingamangaraja No. 73 (sekarang gedung Caraka Loka). Tahun 1993 -2006, Treaty Room dikembangkan dengan mengadakan ruangan tersendiri guna penyimpanan dan pengolahan Naskah Asli Perjanjian Internasional. Pada periode ini, bekerjasama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia, Naskah Asli Perjanjian Internasional tidak saja dicatat dan dinomori namun juga diklasifikasi, dialih mediakan hingga akhirnya pada tahun 2006 diciptakanlah system Data Base yang diberi nama "Record Center Management (RCM)" hasil kerjasama antara Pusat Jasa Kearsipan, Arsip Nasional Republik Indonesia dengan Departemen Luar Negeri yang memungkinkan untuk mengakses Perjanjian-Perjanjian internasional yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia secara digital tanpa harus menyentuh fisik perjanjian untuk melindungi perjanjian dari rusak dan hilang.

Sebagai Arsip vital keberadaan perjanjian internasional penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apalagi perjanjian internasional. Arsip adalah saksi bisu mengenai kegagalan, kejayaan dan pertumbuhan bangsa dan merupakan aset paling berharga, warisan nasional dari generasi ke generasi. Vienna convention 1983 on State Succession In Respect of Property, Archives and Debt dan The Hague Convention 1954, On Protecting Cultural Heritage Against War And Arm Conflict merupakan ketentuan internasional mengenai kearsipan dan bahwa Arsip perlu dilindungi dari berbagai keadaan termasuk konflik dan perang bersenjata.

Berkat dukungan yang terus menerus dari Menteri Luar Negeri RI, Teknis penyimpanan dan pengelolaan naskah perjanjian Internasional telah mengalami kemajuan secara signifikan. Pada saat ini Naskah Asli Perjanjian Internasional telah disimpan di Gedung Garuda --yang pada masa pendudukan Belanda adalah pengadilan Hindia Belanda (Raad Van Justitie) dan pada masa sekarang gedung tersebut adalah salah satu cagar budaya pemerintah Propinsi DKI—yang telah dibangun sedemikian rupa sehingga keberadaan Naskah Asli Perjanjian Internasional yang merupakan runtutan sejarah bangsa Indonesia terpelihara.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Gowns. Powered by Blogger